Thursday, May 31, 2007

Hurt

Aku terkejut mendengar apa yang dia ceritakan padaku dua hari lalu. Sungguh, aku tak pernah menyangka bahwa kau akan berkata begitu, walaupun kau memang pernah menyakitiku sebelumnya. Aku pun bertanya-tanya. Benarkah begitu? Dan masihkah kau beranggapan seperti itu? Jika ya maka aku tak ingin mengenalmu.... Walaupun... Aku akan cukup sekarat karenanya... dan karena apa yang kudengar tadi malam, aku agak merasa bahwa Tuhan sedang mempermainkan perasaanku, mengingat bahwa tiga angka terakhir itu menunjukkan sebuah arah yang lebih pasti padaku.

Namun tak kusangka, keterkejutanku tak berhenti di keesokan pagi. Kau tiba-tiba datang... dan aku... Akhirnya memakimu dalam hati dengan perasaan muak... Kau pasti tahu betapa berat itu untukku. Akupun kemudian mencoba untuk tidak mempedulikan kehadiranmu yang selama ini selalu kutunggu. Namun... semua itu belum selesai. kau yang sudah melangkah jauh kesana justru menatap ke arahku, membelakangi arah tujumu.

'Hey, jangan bercanda...' pikirku.

Namun aku rasa bukan kau yang bercanda... Tuhanlah yang sepertinya sedang bercanda, karena dalam beberapa menit, aku sudah duduk didepanmu sambil mengobrol santai... Walau dalam hati aku menahan tangis kecewa. Kau kopi, aku teh. Kita sama-sama tahu, kesempatan mengobrol lama seperti ini hanya bisa terjadi sekian abad sekali dalam dunia kecil yang kita tinggali sekarang... and it's all possible because of the Lord...

Hey, beautiful. Aku semakin yakin bahwa Tuhan memang sedang mempermainkan perasaanku... dan sayangnya... aku menyadari betapa aku merindukanmu... Bagaimana bisa hatiku tak hancur? Setelah diangkat kemudian dijatuhkan dan diangkat lagi...

Lord...

What do You want?

Labels:

Tuesday, May 29, 2007

Sial. Aku masih saja merasa tertampar dengan kenyataan bahwa hubungan pertemanan kami yang merdeka telah karam hanya karena omong kosong. Omong kosong yang dibesar-besarkan yang akhirnya memakan hidup-hidup kebebasan kami. Aku, kini harus melangkah menjingkat. Karena bagiku, situasi seperti ini bagai kaca tipis yang begitu mudah hancur. Masalahnya adalah, aku kadang tak tahu kemana harus melangkah... Karena itu aku sering mencurigai diriku sendiri jika ada yang terlihat tak beres. Bahkan wajahnya yang terlihat kesal membuatku khawatir. Apa karena sapaanku? Apa tadi aku salah bicara? Apa aku lagi-lagi merepotkannya? Sial...

Sungguh aku sangat menghormatinya, juga peduli dengannya. Dia orang baik. Karena itu aku sangat tidak betah jika dia harus repot dengan persoalan menyebalkan ini. Aku jadi teringat dengan kata-katanya waktu itu...

'Santai aja lagi Mit...'

Ya... Santai saja... Tapi dalam hati aku hanya mampu berkata...

'I used to be calm... And i want to be calm. Namun aku melihatmu yang berdansa resah, dan aku menjadi bingung karenanya. '


Namun kata-kata itu tidak pernah keluar dari mulutku...

Sungguh, aku tidak mengerti bagaimana keadaan kami sebenarnya. Yang bisa kulakukan hanya mencoba menjaga jarak dengannya ketika ada mereka... dan menyapa di balik layar. Kikuk, tak tahu harus bagaimana. Jadi aku kini hanya tersenyum sinis dengan mereka yang penuh omongan sampah... kemudian tersenyum perih dengan mata sedih mengingat situasi ini. God, please help me. Somebody please tell me what's actually going on.

Missing the old days... Where friendship grows... Where smiles are free to bloom...